“Ibunya pendek napasnya,” bisik dokter kandungan yang cantik itu. Meski diucapkan dengan pelan, tapi cukup jelas terdengar olehku. Membuat rasa takut merayap di hati. Bagaimana kalau napasku memang tak cukup panjang untuk mengejan? Bagaimana kalau aku gagal melahirkan bayiku? Apakah Bu dokter akan mengambil tindakan caesar untukku? Aduuuh, pada jarum suntik saja aku merasa jeri, apa lagi pada pisau bedah.
Tentu saja penyesalan yang selalu datang terlambat itu juga hadir. Kenapa sebelumnya begitu malas untuk berolahraga secara rutin? Jalan pagi, senam hamil, semua kulakukan semaunya saja. Kapan sempat. Kapan bisa. Yang artinya, kapan-kapan.
Tidak… Tidak… Jangan sampai aku masuk ruang operasi. Tidak, setelah merasakan nyeri yang sangat hebat akibat induksi persalinan, tindakan yang diberikan dokter karena air ketuban telah menetes sejak jam tiga pagi sementara jalan lahir begitu lambat membuka.
Rasa takut itu membulatkan tekadku. Aku harus berhasil. Maka kueratkan genggaman tangan suami yang berdiri disampingku, mencari kekuatan tambahan darinya.
“Ya, kita coba lagi, ya Bu. Tarik napas dalam-dalam…, hembuskan, dorong!”
Kali ini kuikuti aba-aba sang dokter dengan lebih bersungguh-sungguh. Ya Allah, tolonglah, pekik hatiku.
“Owek..owek… owek!”
Suara tangis bayi itu membobol hatiku, meluapkan segenap rasa ke permukaan air mata. Lega, bersyukur, takjub, tak percaya. Berhasil? Aku berhasil? Bayiku lahir? Selamat?
Pertanyaanku terjawab ketika perawat kemudian menengkurapkan sang bayi di atas perutku. Tak kan kulupa raut wajahnya ketika itu. Ia sungguh bayi yang teramat cantik, dan sehat. Alhamdulillah, segala puji hanya untukMu ya Allah.
Hari ini bayi mungil itu telah menginjak usianya yang ke-13 tahun. Mohon doanya semoga ia selalu dalam perlindungan Allah SWT, tumbuh sempurna lahir dan batinnya, menemukan hakikat keberadaannya sebagai manusia dan menjadi hambaNya, selalu. Amin.
