Katanya, makanan enak lebih gampang diingat daripada nama orang, alamat atau pun daftar belanjaan. Kelihatannya benar juga. Di saat menunggu pesanan makanan di salah satu restoran franchise ayam goreng seperti sekarang ini, aku justru teringat pada ayam taliwang el Bento.
Bisa kurasakan air liur menetes di dalam mulutku, ketika membayangkan kelezatan ayam taliwang yang kunikmati beberapa waktu yang lalu. Belum lagi paduan sambal dan sausnya yang rasanya pas sekali. Membuatku tak bisa menahan diri untuk tidak menambah porsi nasi, kemarin itu. Aduh! Padahal udah janji pada diri sendiri mau mengurangi asupan karbo. Tapi sekali-kali nambah enggak apa-apa lah ya .
“Enak ayamnya, Kak?” tanyaku waktu itu pada Zahra, putriku.
“Uenak banget,” jawabnya sambil mengacungkan jempol kirinya. Maklum, yang kanan sedang sibuk menyuwir ayam yang dagingnya lembut dan empuk itu. “Mama masak sendiri?”
Aku menggeleng sambil tertawa. Mana bisa aku bikin masakan serumit ini. Mending pesan ajalah yang frozen sama Wikan. Tinggal panaskan sebentar di teflon, santap deh.
“Enggak kepedasan?” tanyaku lagi.
“Pedas sih, tapi enggak kepedasan,” jawabnya lagi.
Aku lega. El Bento memang punya tiga level pedas yang bisa dipilih. Demi Zahra, aku pesan yang paling rendah. Demi Zahra? Wah, jangan-jangan demi aku juga yang kelihatannya makin sensitif dengan rasa pedas, hehehe.
Karena itu, Wikan Wiridjati , aku pesan lagi ya… kali ini dua ekor ya. Toh, bisa tahan di freezer dua sampai tiga bulan. Menyesal kemarin itu cuma pesan satu, pas mau nambah udah enggak ada lagi.
Menyesal juga kemarin ada miskomunikasi di dapur, sehingga ayam taliwangnya sudah dieksekusi di piring sebelum sempat kufoto. Jadi, maaf ya teman-teman, postingan ini tanpa foto. Ayam Taliwang-nya dibayangin dulu aja. Nanti aku susulkan deh kalau pesanan kedua udah datang, hahaha.
Update di 3 Oktober 2021: Menambahkan gambar