Dongeng yang Berulang

Suami saya tak pandai mendongeng, maka urusan mendongeng jadi tugas saya sejak anak masih dalam kandungan, sampai ia kemudian bisa membaca sendiri.
Meski begitu, ada satu dongeng andalan yang selalu diulang-ulang suami saya – setiap ada kesempatan – kepada putri kami sejak ia masih balita. Yaitu, “Pada suatu hari, lahirlah seorang bayi perempuan yang kecil mungil. Ia tidak bisa apa-apa, kecuali menangis dan menangis, mimik dan mimik. Ibunya bersusah payah mengandungnya selama sembilan bulan, dan tak pernah bisa lepas karena setelah lahir, si bayi hanya berhenti menangis kalau digendong olehnya.”
“Bayangkan, dulu dia sekecil ini (suami saya meletakkan dua telapak tangannya berhadapan di depan dada, sejarak panjang bayi yang baru lahir), muat di perut mamanya, dibawa mamanya kemana-mana. Sekarang dia udah sebesar iniiiiii.” Lalu ia lanjut menggelitiki dan menciumi putrinya.
Dongeng itu selalu ditutup dengan kalimat, “Nah, selalu hormat sama mama ya. Cium tangannya, cium pipinya. Jangan pernah melawan sama mama.”
Herannya, putri saya tak pernah bosan mendengar dongeng yang sama itu berulang-ulang. Terkadang, ia langsung menyambung kalimat pembuka ayahnya dengan kalimat yang sudah dihapalnya. Lalu mencium tangan saya, mencium pipi saya, dan minta balas dicium pipinya.
Saya percaya, dongeng yang selalu diulang ini, menjadi salah satu sebab saya dicintai dan dihormati putri saya. Sampai sekarang. Semoga sampai masa mendatang.
Jakarta, 10 Juni 2021
0 Shares:
Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You May Also Like