“Kamu tahu ini jam berapa?!”
Suaranya menggelegar keras di telinga. Bertubuh tinggi besar, ia melotot marah di depanku. Salahku, memang. Datang telat di hari pertama ospek Fakultas. Fakultas Teknik. Tahun 1995.
“Ngga tahu, Mas. Kan ngga boleh bawa jam,” jawabku nge-les. Berusaha menghindari kenyataan.
“Ini! Kamu lihat tangan saya. Jam berapa sekarang?!”
Aku menelan ludah. Mengangkat wajah, memandang arloji di pergelangan tangan yang ia sodorkan tepat ke depan mataku.
“Jam delapan, Mas!”
“Jam Delapan! Dan kamu disuruh ngumpul jam berapa pagi ini?!
“Setengah enam, Mas!”
“Setengah enam! Dan kamu baru sampai sini jam 8. Lari, kamu! Keliling lapangan. Bilang, sa-ya ti-dak a-kan ter-lam-bat la-gi.”
Lumayanlah, disuruh lari doang, pikirku. Bukan hukuman lain yang malu-maluin banget. Ngga ada juga yang merhatiin. Para mahasiswa baru lain sedang disuruh gerak macam-macam juga di tengah lapangan. Maka tanpa beban, aku lari sambil mengulangi teriakan: SAYA TIDAK AKAN TERLAMBAT LAGI!
Well, janji yang ternyata susah dipenuhi sampai sekarang, walau sudah 25 tahun berlalu
.

Selamat ulang tahun Almamater tercinta. Karenamu aku bertumbuh. Karenamu aku menjadi. Dalam naunganmu kami menggenggam hati, bersama menjaga negri, semampu kami.