Sebelum masa pembelajaran dimulai, guru-guru di sekolah Zahra selalu menentukan tema pembelajaran untuk satu semester. Pada semester 1 ini, sejalan dengan pandemi covid-19 yang melanda negri, tema yang diangkat adalah ‘Ketahanan Pangan, dari halaman sampai ke meja makan.’
Maka di awal semester, Zahra dan teman-teman sekelasnya dikirimi bibit jahe dan kunyit oleh Kakak Guru, sekalian dengan media tanamnya. Anak-anak kelas 6 SD ini diminta untuk menanam bibit tersebut, merawatnya, dan mencatat pertumbuhannya setiap hari. Ini merupakan bagian dari pelajaran IPA (Perkembangbiakan Tanaman) dan Lingkungan Hidup.
Lalu di pertengahan semester ini, anak-anak diminta mempresentasikan pengetahuan dan pengalaman tersebut di kelas – walau secara online – sebagai bagian dari Ujian Tengah Semester. Juga diminta membuat makanan/minuman berbahan dasar jahe atau kunyit. Contoh resep seperti puding jahe, sudah diberikan di lembar tugas, walau anak-anak boleh memilih menu kreasi lain.
Namun Zahra ingin membuat nasi kuning. Ide yang sempat bikin mamanya pusing sejenak. Rasanya pengen bilang, ‘What? Nasi kuning? Memangnya gampang? Seumur-umur Mama belum pernah bikin nasi kuning, Kak. Gimana mau ngajarin kamu?’ Tapi tengsin juga kalau langsung menyerah di depan Zahra
Maka berselancarlah aku di dunia maya, mencari resep nasi kuning yang gampang dan sederhana. Ketemu beberapa termasuk resep dari Rudy (Rasa Sayange TV) di Youtube. Kelihatannya mudah dan prosesnya sederhana. Menggunakan penanak nasi listrik tanpa perlu diaron lama.

Segera kuajak Zahra ke dapur. Mengenalkannya pada berbagai bumbu yang diperlukan, memintanya mengiris bawang, menyalakan kompor, menumis bumbu halus, dan mengaduk santan. Sambil sesekali kufoto ia, untuk nanti dikirimkan ke sekolah.


Begitu santan mendidih, kubantu menuangkannya ke dalam panci penanak nasi yang sudah berisi beras bersih. Zahra mengaduk isi panci agar tercampur rata, menghubungkannya ke listrik, menekan tombol pemasak, tinggal tunggu matang deh.
Hasilnya? Kata Papa Zahra, enak, sampai minta nanti dibikin lagi, hehehe.
Masalahnya, ternyata dokumentasi yang diminta kakak guru adalah dalam bentuk video, bukan foto. Alamak!
Akhirnya Zahra membuat video dengan menggabungkan foto-foto yang kuambil. Semoga tetap bisa diterima oleh Kakak Guru ya….