“Mama nggak suka kalau kamu ikut kegiatan itu!”
Pernah mendengar kata-kata seperti itu? Atau kita sendiri pernah mengucapkannya? Padahal katanya, semakin anak ditahan, semakin ia penasaran. Semakin kita melarangnya berteman dengan seseorang, semakin ia menentang. Adakah yang punya pengalaman demikian?
Saya sendiri pernah kurang menyetujui keinginan Zahra untuk mengikuti suatu kegiatan, karena di dalamnya ada hal-hal yang kurang sesuai dengan nilai-nilai yang saya yakini. Namun saya tak ingin ia menyesali saya suatu hari kelak, karena tak pernah memberinya kesempatan; atau ia justru akan melakukannya di belakang saya, ketika ia sudah lebih besar nanti. Maka waktu itu izin pun saya (dan suami) berikan.
Meski begitu, saya memanfaatkan setiap kesempatan yang ada, untuk menyampaikan nilai-nilai yang saya yakini, tanpa sedikitpun menyinggung kegiatannya. Baik dengan perbincangan ringan, atau ketika menonton tayangan yang berkaitan, pada sesi baca buku sebelum tidur, atau ketika makan bersama. Tak ketinggalan, doa saya panjatkan selalu. Hingga suatu hari, ia memutuskan untuk berhenti dari kegiatannya.
Tentu saja saya bersyukur. Bukan saja karena merasa berhasil mentransfer nilai ke anak saya, melainkan juga karena ia bisa mengambil keputusan untuk dirinya sendiri. Bagi saya, itu adalah salah satu poin kemandirian yang harus ia miliki, walau dalam batas-batas tertentu sesuai umurnya. Artinya, untuk sekarang ini, ada hal-hal yang memang harus ia patuhi, tanpa negosiasi. Sehingga pernah ia bertanya, “Ma, kenapa aku tidak boleh, tapi dia boleh?”
Saya menatap mata bulatnya sebelum menjawab, “Kak, setiap keluarga punya peraturannya masing-masing. Ada yang sama dengan keluarga lain, ada juga yang beda. Nah, di rumah kita, ada peraturan yang masih bisa didiskusikan, ada yang tidak. Nanti kalau kakak sudah lebih besar, sudah lebih banyak ilmu pengetahuan, kakak bisa mengambil sendiri semua keputusan yang terbaik untuk kakak.”
Ia mengangguk. Tetapi mungkin masih ia pikirkan juga, bagaimana bila ada keinginan anak yang tidak disetujui oleh orang tua? Bagaimana cara menyampaikan ke ibu agar dapat restu? Bagaimana berbicara ke ayah agar izin keluar dengan mudah?
Maka ia memotret topik ini dalam salah satu cerita pendeknya yang berjudul Putri Petualang, yang mengisahkan Ratu Sheva dengan lima orang putri cantiknya: Berry Candy, Lemon Sweet, Orange Sour, Pear Crown, dan Apple Straw. Tiga diantaranya mempunyai hobi yang tak direstuinya. Bagaimana cara Ratu Sheva melarang mereka? Bisakah ketiga putri bernegosiasi dengan larangan itu?
Temukan jawabannya di buku kumpulan cerpen ‘Petualangan ke Pulau Naga’. Cerita-cerita lain di dalamnya juga tak kalah seru dan mengasyikkan. Jangan sampai ketinggalan, kontak saya untuk pesan bukunya sekarang juga ya.
