Semua Berperan, Semua Terlibat

“Ma, gimana caranya biar aku nggak stress karena sekolah online?”

Aku tertegun mendengar pertanyaan menjelang tidur ini. Tak tahu harus menjawab apa. Ketika otakku sedang diputar untuk merancang kegiatan apa yang bisa dilakukan di rumah, anakku melanjutkan omongannya. “Bisa siy, kita bikin petualangan di rumah. Tapi pasti nggak seseru kalau rame-rame sama teman di sekolah.”

Yah, usulanku sudah dipatahkan sebelum diungkapkan. Aku memilih jadi pendengar saja kalau begitu. “Semester kemarin, udah batal fieldtrip ke Pulau Seribu. Semester ini, pasti nggak akan ada fieldtrip. Padahal, di kelas 6 seharusnya kami field trip ke luar kota,” sambungnya sambil menatap langit-langit kamar yang jadi terlihat muram.

Ya, semester lalu, jadual fieldtrip kelas ke Pulau Seribu ditunda karena adanya pandemi covid-19. Bukan ditunda ternyata, tapi dibatalkan, karena pandemi belum berakhir bahkan sampai sekarang. Semester ini, sekolah sudah memutuskan akan mengadakan proses pembelajaran secara daring. Memupuskan harapan anakku bertemu teman-temannya di kelas, di sekolah, dan beraktifitas luar sekolah. Seingatku, sekolahnya selalu mengadakan fiedtrip dan kemping setahun sekali. Kalau semester ini fieldtrip, semester depan kemping. Mulai dari kemping di halaman sekolah ketika kelas satu, sampai kemping di gunung Gedhe. Semua tentu saja, tidak membolehkan orang tua turut serta.

Putriku Zahra sebenarnya termasuk anak rumahan. Dalam arti, ia bisa betah berlama-lama di rumah saja. Menulis, menggambar, main piano, main games, nonton TV atau Youtube, sudah cukup menghiburnya. Namun tetap saja pertanyaan seperti itu muncul darinya. Bagaimana lagi dengan anak-anak yang sangat meyukai kegiatan outdoor ya? Pasti berat sekali buat mereka berada di rumah saja.
Belajar dengan menatap layar sepanjang waktu, juga beresiko membosankan bagi mereka. Aku pernah melihat Zahra tertidur di depan laptopnya, mengabaikan kakak guru yang menerangkan pelajaran via aplikasi Zoom. Mau marah, juga gimana. Di sekolahnya yang berbasis konsep belajar di alam, mereka pasti terbiasa belajar sambil bergerak, bahkan di luar ruangan. Perlu perjuangan tersendiri untuk mereka bisa duduk terpaku menatap layar.

Pada pertemuan daring dengan para guru kemarin, semua kegundahan ini kusampaikan. Juga seiya sekata aku dengan penyampaian para orang tua murid yang lain. Alhamdulillah para guru dan kepala sekolah pun memahaminya, dan mereka akan berupaya untuk menyiapkan konsep belajar yang tetap menyenangkan, menggembirakan, walaupun tak bertatap muka. Tentu dengan mengharap peran serta orang tua.

Ini memang bukan situasi yang mudah untuk orang tua, buat guru, apalagi untuk murid. Namun dengan menjalankan tagline sekolah Zahra kali ini: ‘semua berperan, semua terlibat’, semoga kita semua bisa mengatasi tantangan pembelajaran di depan, agar anak-anak tetap bisa mencapai cita-citanya. Amin.

Zahra dan cita-citanya, sempga tercapai, amin…
0 Shares:
Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

You May Also Like

Pelukanmu

“Anak saya menangis, karena saya tak mau memeluk dan menciumnya sekarang ini,” tulis seorang teman di pesan whatsapp.…