“Kamu yakin kakak ngga keberatan kita ke sekolahnya?’” tanya suamiku.
“Yakinlah. Ada juga kok, ibu-ibu lain yang datang,” jawabku. “Kan mereka yang ngirimin foto-foto dari kemarin.”
Suamiku mengangguk. Kembali fokus menyetir, mengarahkan mobil ke sekolah anak kami, Zahra, yang tidak jauh dari rumah.
Hari ini, ada market day di sekolah Zahra. Ia dan teman-teman setingkatnya dibagi dalam dua kelompok besar, kelompok satu dan dua. Pada hari pertama, kelompok satu yang berjualan, kelompok dua yang membeli. Pada hari kedua, berlaku sebaliknya. Kelompok dua yang berjualan, kelompok satu yang membeli. Tentu saja, karena lapak dibuka di lapangan basket, adik-adik atau kakak-kakak tingkat diharapkan akan datang membeli juga.
Pada hari pertama, Zahra berada di kelompok pembeli. Hari ini, hari kedua, ia berada di kelompok penjual, yang dibagi lagi menjadi beberapa grup kecil, beranggotakan 4 atau 5 orang. oleh kakak-kakak guru, mereka diarahkan untuk berdiskusi dan memutuskan sendiri, makanan dan minuman apa yang akan dijual. Untunglah, hanya jus dan puding, dan Zahra kebagian bawa puding coklat dan strawberry. Cukup sederhanalah untuk bisa saya buat sendiri. Coba kalau mintanya spaghetti, nyerah saya :D.
Sayangnya, pagi ini Jakarta diguyur hujan yang cukup deras. Bahkan sampai jam sembilan pagi, gerimis masih membasahi. Saya sendiri tadi memutuskan untuk bekerja dulu dari rumah, sampai cuaca cukup cerah untuk berangkat ke kantor. Tapi bagaimana dengan acara market day Zahra dan teman-temannya? Apakah bisa dilaksanakan dalam hujan begini? Saya ingin tahu. Maka saya putuskan untuk berangkat ke kantor sekarang, dengan menyinggahi Zahra di sekolahnya.
Begitu memasuki area parkir sekolah, saya segera turun sebelum suami menemukan tempat parkir yang pas. Sambil melangkah di tanah yang becek, terngiang kembali pertanyaan suami, apa Zahra tidak keberatan dikunjungi? Bagaimana kalau cuma Zahra yang dikunjungi? Apa ia tidak malu nanti dianggap anak mami oleh teman-temannya? Sedikit keraguan menyelip di hati. Maka, walau saya melihat ada tiga orang tua murid di sekitar bazar, saya tidak segera mendekati meja lapak Zahra. Saya amati saja ia dari jauh.
Karena hujan, rupanya para guru memindahkan lokasi market day, dari lapangan basket ke teras depan kelas. Jadinya lebih sempit sih. Tapi saya lega karena market day tetap bisa berlangsung, dan anak-anak terlihat tetap ceria, baik yang berjualan maupun yang membeli.
Tiba-tiba Zahra melihat saya. Alih-alih berkeberatan, ia justru melambai-lambaikan tangannya dengan gembira, meminta saya mendekat. Tumben, pikir saya. Kegembiraan level itu biasanya hanya ia tunjukkan kalau ketemu ayahnya. Ketemu saya? Kalem saja, sejak berhenti minum ASI, hehehe. Tapi saya tersenyum. Kekhawatiran saya tidak perlu, pikir saya.
“Ma, ayo dibeli ma, puding kami. Ini rasa coklat, strawberry, nanas dan karamel,” kata Zahra sambil menunjuk puding-puding di depannya dan Arina, temannya. Saya bengong. Owalaaah, baru saya faham. Dia gembira bukan karena ketemu mamanya, tapi karena ketemu pembeli potensial, hahahaha.
Melihat saya masih diam, Zahra beraksi lagi. “Atau mama mau jus? Mama kan suka minum jus. Ini ada jus jambu, Ma,” katanya. Eh, dia memanfaat pengetahuannya tentang pembeli untuk merayu. Saya ingin tertawa. Akhirnya saya beli segelas jus temannya, satu pudding nanas dan satu puding coklat.
Saya lalu bergabung dengan beberapa orang tua murid yang juga datang. Mengobrol sebentar sampai kemudian saya pamit untuk berangkat ke kantor. Ketika hendak pamit ke Zahra, saya lihat ia dan temannya mengemasi pudding-pudingnya, memasukkanya ke dalam container Tupperware.
“Lho udah selesai?” tanya saya.
“Belum ma. Ini kami mau jualin ke kelas-kelas. Di sini udah sepi,” katanya.
Ah iya. Mungkin karena tadi hujan, anak-anak tidak banyak yang berkujung ke lapak. Mengandalkan pembeli dari teman-teman setingkat, tidak cukup. Bagus juga, Nak, menjemput bola. Menjemput pembeli. Menjemput rezeki.
“Ya udah, mama pergi ya?”
“Iya, ma. Mama mau beli lagi pudingnya?”
Haaaa, disuruh repeat order?
“Beli satu dapat dua, Ma.”
“Lho, kok bisa?”
Zahra tersenyum. “Biar cepat habis, ma,” katanya. Wah, promo ngabisin stock nih. Akhirnya saya beli lagi pudingnya. Dua dapat empat. Zahra dan Arina tersenyum lebar.
Saya berjalan kembali ke area parkir. Walau kerepotan membawa puding-puding ini tanpa kantong/tas, saya senang dengan usaha Zahra dan teman-temannya hari ini.
Terimakasih kakak-kakak guru, terimakasih seluruh orang tua murid yang selalu bersama menjaga dan mendidik anak-anak. Semoga mereka menjadi penerus bangsa yang gigih dan penuh semangat.
