“Pak Habibie adalah orang yang paling mengesankan sepanjang hidup saya,” kata Romo Magnis. Beliau hadir sebagai salah satu nara sumber di acara Rossi – Kompas TV malam ini, untuk mengenang Prof. Dr. Ing. BJ. Habibie, Presiden ke-3 Republik Indonesia.
Aku mengangguk setuju di depan TV. Rasanya tak kan cukup waktu berhari-hari untuk kita membahas beliau. Kejeniusannya, capaian-capaianya, baktinya untuk negri, nasehat-nasehatnya, kebaikan hatinya, kerendahhatiannya, taatnya pada agama, dan cintanya. Akan panjang berderet-deret pujian untuk beliau. Dalam segala bidang. Cerita-cerita baik belaka yang kudengar sepanjang hari ini, dari semua orang yang diwawancarai di TV tentangnya. Bahkan ketika laporan pertanggungjawabannya ditolak Majelis Permusyawaratan Rakyat, dua puluh tahun yang lalu.
Aku ingat perasaan tak rela yang dulu menyelinap di hatiku, ketika ia kemudian meninggalkan istana negara, padahal kerja kerasnya sebagai presiden terbukti menyelamatkan negri ini. Termasuk, menguatkan nilai tukar rupiah dari tujuh belas ribu ke tujuh ribu. Salahnya cuma satu. Ia ‘anak’ kesayangan Pak Harto. Ia warisan Orde Baru. Ia bagai setitik nila dalam sebelanga susu reformasi. Tapi perasaan tak rela itu terkikis seiring waktu. Dari berita ku tahu ia selalu dalam keadaan baik. Bahkan tetap berbakti pada negri. Namanya harum bagai melati.
Waktu berlalu. Pemimpin negri berkali berganti. Orang datang dan pergi. Tapi Habibie selalu di hati. Ia menua dengan terhormat. Tokoh negri datang tak henti meminta nasehatnya. Ia menjadi orang yang selalu didengar. Hingga tiba hari ketika ia tak lagi bisa mendengar.
Rabu, 11 September 2019, aku terpaku di depan televisi, melihat Thareq Kemal Habibie menyampaikan berita duka cita. Pak Habibie telah berpulang ke Rahmatullah, pada usia 83 tahun. Inna lillahi wa inna ilaihi roji’uun.
Delapan puluh tiga tahun. Betapa usia panjang itu diisi dengan begitu banyak prestasi dan kemanfaatan. Untuk diri, keluarga, negri, dan dunia. Usia yang diisi dengan kebaikan dan cinta. Kecerdasan dan cinta, dengan sangat luar biasa, menyatu dalam dirinya.
Selamat jalan Pak Habibie. Engkaulah pahlawan masa kecilku. Engkaulah pahlawan negri ini. Engkaulah yang membuat kagum dunia.
“Ma, Pak Habibie akan dikenang selamanya kan?” tanya putriku.
“Tentu, Sayang. Dunia akan mengenangnya. Kita akan mengenangnya.”
Sebagaimana Pak Habibie mengenang bu Ainun dengan membacakannya alqur’an setiap hari, kita akan kenang beliau juga dengan alqur’an, Nak. Shalawat dan alfatihah..
intankemala
Ibu dari seorang putri, yang ingin mencatat hal-hal berkesan yang dilihat, dialami, dan dirasa. Terimakasih sudah berkenan singgah dan membaca ya.