Pak Sunardi Syahuri, salah satu sosok yang kukagumi. Beliau adalah penceramah yang lekat di hati. Sejauh yang kutahu, materi dan cara penyampaiannya selalu ringan dan disesuaikan dengan pendengarnya. Aku ingat, menghadiri pengajian beliau untuk warga pinggiran Kali Code, di Masjid Syuhada Yogyakarta. Bahasanya begitu lembut dan ‘meng-uwong-ke’ pendengarnya. Pilihan katanya merakyat dan mudah difahami. Jauh dari kesan ‘minterin’. Para pendengarnya mengangguk-angguk memahami wejangannya. Di lain saat, mereka tertawa halus mendengar guyonannya. Wajah-wajah antusias itu, hingga kini tak pernah kulupa.
Sosok beliau yang terkesan sederhana itu berubah di dalam ruang rapat. Beliau begitu cerdas, taktis, efisien dan penuh solusi. Bersamanya di ruang rapat, waktu terasa begitu berharga. Tak pernah beliau bertele-tele. Sebagai bendahara YASMA (Yayasan Masjid dan asrama) Syuhada, cukup sebentar beliau mendengarkan permasalahan yang ada, memahaminya, lalu memberikan solusi yang melegakan semua orang. Rapat pun selesai dengan cepat. Mahasiswa bau kencur seperti aku dulu, sungguh merasa beruntung bisa menghadiri rapat-rapat dengan Pak Sunardi dan para pengurus YASMA lainnya. Mungkin, sisi lain beliau sebagai pengusaha sukses lah yang membuat beliau jadi seperti itu.
Waktu itu, beliau sudah memiliki 5 cabang Pamella Swalayan. Swalayan yang diberi nama sesuai nama istri tercinta. Sungguh romantis 🙂. “Saya sangat bersemangat dalam bekerja dan berusaha,” kata beliau suatu waktu. “Semakin besar bisnis saya, semakin besar kewajiban zakat saya. Semakin besar saya bisa bersedekah.” Ia bekerja untuk bisa memberi. Sungguh menginspirasi kami waktu itu.
Dan itu tentu bukan pepesan kosong. Beliau memang suka bersedekah. Uniknya, beliau bahkan suka mengajak orang lain untuk melakukan kebaikan yang sama. Ketika Pak Min-petugas Masjid Syuhada-sudah mulai berumur, Pak Nardi menginisiasi pengumpulan dana untuk bisa membelikan Pak Min sepeda motor.
“Kasihan Pak Min. Beliau keliling Yogya dengan sepedanya, mengantarkan undangan dan segala surat menyurat Masjid ke berbagai tujuan. Insya Allah, sepeda motor akan memudahkan pekerjaan beliau.” Begitu kata beliau di suatu acara di Masjid Syuhada. Tentu saja Pak Nardi adalah orang pertama yang mengajukan diri sebagai penyumbang dengan jumlah sekian rupiah. Dan bagai seorang pemimpin acara lelang, beliau berhasil mendapatkan donasi yang cukup untuk sepeda motor Pak Min.
Saya dengar, hal demikian terjadi bukan saja di Masjid Syuhada. Pak Sunardi juga melakukan hal serupa di tempat lain. Berbagi cerita tentang orang atau lembaga yang membutuhkan bantuan, mengajukan diri sebagai penyumbang pertama dengan menyebutkan angka yang tidak sedikit, dan dengan kepiawaianya, menggerakkan para hadirin untuk melakukan hal yang sama. Tentu saja, beliau tidak punya kepentingan pribadi apapun dengan pengumpulan dana tersebut.
Di sisi lain, beliau adalah sosok yang tegas. “Kalau ada yang berhutang, tagihlah. Terutama kalau ia belum membayar hutangnya setelah jatuh tempo.” Begitu nasehatnya. Kami saling berpandangan mendengar nasehat itu. Sungkan rasanya mempraktekkannya. “Saya pernah kok, mendatangi rumah yang berhutang. Setelah beberapa kali mengelak untuk membayar, ya saya ambil baranng-barangnya yang kira-kira bernilai sebagai jaminan. Akan saya kembalikan kalau ia sudah bisa membayar hutangnya.” Begitu cerita beliau. Aku melongo waktu mendengarnya. Tapi kemudian aku faham, beliau sebenarnya tidak butuh pengembalian hutang itu. Beliau hanya ingin mendidik yang berhutang, agar tahu kemampuan diri, agar memegang komitmen pada janji. Agar tidak menganggap remeh pada hutang. Bukankah, hutang bisa menjadi penghambat seseorang di perjalanan akhirat nanti?
Ustadz Sunardi Syahuri, saya sungguh mengagumi penjengan. Dan saya tahu, saya tidak sendiri. Hari ini, ribuan orang tak henti bertakziah memberi penghormatan terakhir padamu. Betapa banyak cinta yang telah kau beri. Dan betapa banyak cinta pula yang tercurah padamu. Shalawat dan alfatihah, dan do’a kami untukmu. semoga Allah mengampuni semua dosamu, melapangkan kuburmu, memudahkan perjalanan kembalimu, memberikan tempat mulia untukmu di sisiNya. Kami sungguh akan merindukanmu… Merindukan sosok ulama sepertimu..
Jakarta, 12 November 2018
Foto: koleksi pribadi Ahmad Busyro Sanjaya, ketika alm. Pak Sunardi Syahuri mensyukuri hari kelahirannya bersama aktivis Yasma Syuhada