Fendi menatap hamparan bibit kakao di hadapannya. Semuanya mati. Mati dalam polybag hitamnya. Ia merasa aneh. Bagaimana bisa ribuan bibit ini mati begitu saja? Ini memang tanggungjawabnya. Tapi bibit ini baru tiba di Angkup sehari sebelum ia mengikuti tugas belajar di Bali. Sebelum berangkat, ia sudah memberikan instruksi yang jelas kepada Zainal, wakilnya, untuk mengurusi pembibitan ini. Harusnya tidak sulit. Zainal sudah berpengalaman. Ingin sekali ia menanyakannya pada Zainal, tapi tak ada kesempatan lagi. Dirinya sudah dipecat siang ini.

Rasanya tak percaya. Dipecat dengan tidak hormat, tanpa pesangon. Setelah bertahun-tahun ia bekerja di Dinas Perkebunan ini. Walau hanya pegawai kontrak, ia telah berusaha bekerja sebaik mungkin. Tapi nyatanya, surat pemecatan ada di tangannya, ditandatangani oleh Kepala Dinas Provinsi. Disampaikan kepadanya oleh Kepala Dinas Kabupaten. Ia dianggap lalai dalam menjalankan proyek pembibitan kakao, hingga menyebabkan kerugian besar bagi Dinas Perkebunan, bagi negara.
Pejabat provinsi yang menjatuhkan keputusan itu, tak mendengar pembelaannya. Bahwa setiap proyek memiliki kemungkinan gagalnya. Bahwa ia minta waktu untuk menyelidiki sumber kegagalan tersebut. Bahwa ia tak bisa mengawasi pelaksanaan proyek secara langsung karena sedang tidak di tempat selama 3 bulan. Ketika ia tiba kembali di Angkup hari ini, Pejabat Provinsi itu sudah kembali ke Banda Aceh. Dan sepertinya, tidak ada yang membelanya, ketika sang pejabat melakukan pemeriksaan mendadak dan menemukan ribuan bibit kakao yang mati. Hukuman dijatuhkan tanpa si tertuduh bisa membela diri.
Dengan gontai Fendi meninggalkan area pembibitan. Ia pulang dengan berjalan kaki. Motor dinas tak lagi berhak ia kendarai. Ia juga harus segera mengajak Aini dan anak-anaknya meninggalkan rumah dinas yang sekarang mereka tempati. Dan ia masih tak tahu harus kemana. Satu hal yang pasti, ia tak akan menyerah seperti bibit kakao yang mati itu.
Bersambung…
Gambar dari Google.com
Cerita sebelumnya ada di https://intankd.wordpress.com/2018/10/09/gusti-allah-mboten-sare-i/
1 comment