Sebelum tenggelam dalam rutinitas pekerjaan pagi ini, aku sempatkan diri untuk memeriksa percakapan di whatsapp. Grup orangtua murid selalu berada dalam prioritas tertinggi. Wah, ramai nih pagi ini. Ada info apa ya?
Waaah, rupanya ibu-ibu saling bercerita tentang ‘kehebohan’ anak-anak pagi ini. Mereka ditugaskan membawa tetumbuhan yang berbeda-beda. Ada yang membawa ubi, singkong, apel, pir, bunga kertas dan lain-lain. Tugas dari mata pelajaran sains, katanya. Lho? Kok Zahra tadi ga bawa apa-apa? Malah semalam, waktu kuingatkan agar menyiapkan buku untuk hari ini, ia menjawab enteng, “Paling juga besok sibuk persiapan kemping, ma.”
Aku jadi membayangkan Zahra yang datang ke sekolah dengan tangan kosong. Trus nanti dia bilang apa ya sama kakak gurunya? Terselip juga rasa bersalah di hati, kenapa semalam tidak menanyakan ada tugas atau tidak. Tapi ya, masak Zahra lupa siy ada tugas? Atau.. lebih parah lagi, dia ga dengar waktu guru memberi tugas? Duuuh, anakku. Ngapain aja di kelas Nak? Ya sudahlah. Nanti malam saja aku tanyakan.
Malamnya, di meja makan. “Kakak tadi pagi kok ga bawa apa-apa ke sekolah?”
“Yang untuk sains?” tanyanya.
“Iya.”
“Sebenarnya aku bawa ma. Aku bawa bunga yang putih kecil itu. Tapi sampai di sekolah, bunganya rusak. Aku putar-putar di tangan, jadi jatuh deh, kelopaknya. Jadi sama kakak guru, aku disuruh ambil bunga lain deh dari sekolah.”
Oooh… Jadi anakku membawa bunga ke sekolah? Ia mendengar apa tugasnya? Dan tidak seperti dugaanku, ia justru sudah mengerjakannya tanpa ku suruh. Baru aku ingat, semalam ia ada bilang mau lihat bunga ke teras. Karena sedang sibuk mengerjakan sesuatu, aku tidak sempat bertanya, mau apa lihat bunga malam-malam.

Duuuh, maafkan mama ya Nak, sudah berprasangka macam-macam padamu. Mama sungguh malu. Tapi juga bangga padamu. Mudah-mudahan kau semakin mandiri, Zahraku, Bungaku. Semoga pelajaran sains tadi juga menyenangkan dan bermanfaat buatmu dan teman-teman ya…