Botol Tak Peduli Mengguncang

Aku mengambil botol-botol itu dengan pengaitku. Mereka berserakan banyak sekali. Hatiku senang melihatnya. Ini bisa menambah penuh isi karungku.

Bentuk botol ini bermacam-macam. Stikernya labelnya juga beranekaragam. Tadinya, warna minuman di dalamnya juga bermacam-macam. Merah, kuning, coklat, bening dan lain-lain. Rasanya pasti enak sekali.

“Kok melamun Rum?” Suara ibu mengagetkan ku.

“Eh, nggak bu,” sahutku cepat. Aku tak ingin ibu tahu apa yang kupikirkan. Aku pernah melihat iklan minuman-minuman ini ketika menonton TV di rumah Cinta. Sepertinya enak sekali. Dan memang enak ternyata. Mamanya Cinta waktu itu menyediakan sebotol untukku. Aku ingat, aku hanya memandangi botol minuman itu tak berkedip.

“Kenapa Rum? Kamu tidak suka?” tanya mama Cinta heran.

“Suka bu,” jawabku cepat. Aku takut ia berubah pikiran dan mengambil kembali botol itu dari hadapanku.

“Kalau suka, kok ga diminum?”

“Eh, ehm..maaf bu, boleh saya bawa pulang? Biar adik-adik saya juga bisa merasakan,” kataku malu.

Kulihat mama Cinta terkejut. Aku semakin malu. Mungkin harusnya aku minum segelas saja. 1 botol ini bisa berbagi dengan Cinta. Ini malah aku minta semua.

“Ehm, ga jadi bu. Saya bawa pulang segelas saja, kataku buru-buru meralat.

Mama Cinta tertawa. “Tentu saja kamu boleh bawa pulang 1 botol itu, Arum. Tapi jangan sering-sering ya minum yang begini. Ini namanya softdrink. Tidak begitu baik untuk kesehatan. Ini tante juga belinya ga banyak-banyak, jadi cuma tinggal sebotol lagi. Maaf ya, ga bisa bawain lebih.”

Aku terperangah. Tak terperi rasa senang hatiku ketika membawa botol itu pulang. Dengan gembira aku tunjukkan pada adik-adikku. Rasa tak percaya bisa kulihat di mata mereka. Bisa kumaklumi. Biasanya aku pulang membawa botol-botol kosong hasil memulung. Tapi kali ini membawa botol bersih dengan isinya. Minuman yang pasti lezat.

“Kakak mencuri?” Tanya Sri.

“Hush, sembarangan kamu. Ini dikasih mamanya Cinta.” Jawabku kesal.

“Ooh,” koor adik-adikku gembira. Sri segera mengambil 4 gelas plastik bekas aqua di rak kardus dan meletakkannya di depanku. Dengan membaca bismillah, aku mulai membuka tutup botol itu. Desis pelan yang terdengar semakin menambah kegembiraan kami. Kutuang sedikit demi sedikit ke masing-masing gelas. Kupastikan isinya sama banyak. Lalu bersama-sama kami berempat meminumnya. Perlahan-lahan. Agar bisa menikmatinya lebih lama.

“Enak kak,” kata Amil.

“Rasanya,mengguncang,” sambut Tuti.

Sri diam saja. Ia masih menahan tegukan terakhir di mulutnya. Tapi aku lihat matanya berbinar mengiyakan kata-kata Amil dan Tuti.

Aku tersenyum puas. Merasa jadi pahlawan untuk mereka. “Tapi ga boleh sering-sering minum ini. Kata mama Cinta, ga sehat,” kataku.

Sri tertawa. “Ya mana mungkin sering-sering Kak. Kan kita ga punya uang,” sahutnya.

Aku ikut tertawa. Sri memang benar. Sejak itu, belum pernah lagi kami meminum softdrink seperti itu. Aku kembali hanya membawa pulang botol-botol kosongnya saja, tanpa mereka peduli siapa yang meminum isinya, seperti hari ini.

Tarikan ibu di tanganku menyadarkanku. “Yuk, sudah habis. Pulang kita,” katanya.

Aku buru-buru mengikuti langkah cepat ibu. Pulang kembali ke rumah kardus kami. Siap untuk memilah-milah hasil memulung hari ini. Alhamdulilah.

#JeniusWriting
#Online9
#tugasldahari3

0 Shares:
You May Also Like
Read More

Api Dendam

Bocah itu tumbuh dengan nyala dendam di hati. Semakin besar tubuhnya, semakin besar dendam itu membakar. Pada anak-anak…

Ceret Ceria Berlari

Aku berlari. Membawa air dalam tubuhku. Ia menetes satu-satu. Membuatku rasa ingin berhenti. Aku takut akan kehabisan dirinya.…