Menemani Zahra belajar, mama pura-pura tidak tahu jawaban dari pertanyaan di buku, dan memuji Zahra ketika ia memberi jawaban dengan tepat. Bukannya senang dengan pujian, Zahra justru mengernyitkan keningnya.
“Masak mama ga tahu jawabannya, sedangkan aku tahu?”
“Kan bagus Kak, anak memang harus lebih pintar dari mamanya.”
“Jadi nanti anakku lebih pintar dari aku?”
“Iyalah.”
“Kenapa?”
“Ya mungkin waktu dia sekolah, ilmu-ilmu semakin banyak. Dan kakak sudah banyak urusan lain jadi ga sempat belajar lagi.”
Zahra diam sejenak, lalu berkata dengan penuh semangat, “Aku maunya belajar terus, belajar terus, belajar terus supaya nanti aku sama pintarnya dengan anakku.”
Hadoh, iya juga ya. Walau di satu sisi merasa senang bila anak lebih pintar, yang menunjukkan adanya kemajuan pada generasi penerus, terus belajar walau sudah berumur adalah suatu kemestian. Bukankah belajar itu dari ayunan sampai ke liang lahat? Tidak seharusnya menyerah dengan bilangan umur 🙂
Ohya, pura-pura tidak tahu di depan Zahra rupanya bukan cara menemani belajar yang tepat, hehehe.