Baru pagi ini kulihat airmata di wajah cantikmu, walau telah bertahun-tahun kudengar adanya prahara di hatimu. Baru pagi ini kusaksikan pedihmu, walau telah berulang kali kudengar berpalingnya hati laki-lakimu. Dan pagi ini pula kulihat engkau akhirnya pergi dengan niat tak kembali, teriring wajah muram dan duka kami. Masih sempat Kau beri kami senyum dan pelukan erat. Mana laki-lakimu? Benar-benarkah ia tak peduli? Belum kembali sadarkah ia bahwa engkau miliknya yang paling berharga?Aku sungguh tak mengerti, seperti yang lain juga tak mengerti, apalagi yang diinginkan oleh laki-lakimu? Bukankah perempuan sepertimu sungguh layak untuk dijaga? Memilikimu adalah ingin banyak lelaki, kutahu itu. Kecantikan yang terjaga walau tak lagi remaja, kecerdasan yang terpancar dan jauh dari angkuh, kesetiaan yang tak diragukan selalu, kebersamaanmu dalam kesahajaan hidup dahulu. Semua telah kau beri dengan penuh cinta. Mengapa setelah rumah kontrakan sederhana berubah jadi rumah megah, toko bertingkat jadi milik berdua, hidup terlihat semakin dimudahkan Allah, hatimu yang begitu lembut disakiti?
Ibu guru yang cantik dan lembut hati, sungguh kuharapkan kebahagiaanmu kan kembali, dengan atau tanpa laki-lakimu.
Kutacane, 5 November 2005
——————————–