Kutemukan keramahan indonesia
“Can I have some noddle egg? And please, put only a little vegetables in it.”
“Mam, are you Indonesian?” jawab diujung sana.
“Yes, I am”, jawabku sambil mikir, ‘how do you know?’
“Oh, and I’m Indonesian also. Apa Kabar Ibu Dewi?”
“Oh, baik,” jawabku gembira. “Senang sekali bisa berbahasa Indonesia disini.”
“Ah ya, saya juga. Saya lihat-lihat ini, ternyata tamu dari Indonesia. Jadi, noddle egg tanpa sayur, Bu?”
“Ya, makasih. Sedikit sayur bolehlah. Saya tidak begitu suka sayur.”
“Baiklah. Ada lagi Bu? Jus, mungkin?”
“Tidak, terima kasih. Saya sudah buat teh disini.”
“Ah, kan tidak apa-apa. Jus mangga mungkin? Atau orange? Ini dari saya, Bu,”
“Oh, baik sekali. Baiklah, jus mangga kalau begitu. Terima kasih sekali Pak,”
“Sama-sama Bu,”.
“Dengan bapak siapa ini?”
“Saya Poltak, Bu.
“Pak Poltak? Kalau begitu kita tetangga dekat. Saya dari Aceh, Pak.”
“Oh, begitu Bu? Senang sekali. Baiklah Bu, Silahkan hubungi saya kalau Ibu ada perlu apa-apa. Saya di room service.”
“Ya, terima kasih sekali Pak Poltak.”Telepon kututup dengan hati senang. Senang dengan keramahan sesama orang Indonesia di negri seberang. Sama dengan rasa senang yang muncul setiap kali bertemu orang Aceh di belahan lain Indonesia. Atau seperti rasa senang bertemu orang sekampus, atau yang se-organisasi, atau yang se- se- lainnya. Senang dengan rasa kebersamaan yang tercipta. Rasa itu selalu ada, padaku. Apakah bagi orang lain juga? Entahlah. Bagaimana dengan Anda?
Menanti pesanan datang, aku teringat dengan supir taksi kemarin. Dia asal Pakistan, katanya menjawab pertanyaan kami. “And where are you from?” katanya balas bertanya. “Thailand,” kata temanku.
“And you?” pada teman lainnya.
“Egypt”.
“You?” katanya padaku.
“Indonesia”, jawabku.
“Oh, Indonesia? Good. Indonesia is good,” katanya sambil tertawa dan mengacungkan jempol.
Apanya yang bagus? Pikirku tertarik.
“What is the special thing of Indonesia?” tanya temanku yang dari Thailand. Hm, dia punya pertanyaan sama denganku:).
“Well, Indonesia is good,” jawabnya mengulang, tak menambah keterangan.
Apakah keterbatasan kosakata yang membuatnya tidak bisa menjelaskan lebih lanjut, ataukah dia memang tidak punya gambaran yang sebenarnya tentang Indonesia? Aku tidak tahu. Diam sambil menimbang-nimbang. Apa dia tidak tahu bagaimana Indonesia? Zamrud Khatulistiwa yang tak habis dirundung malang? Bagai sesosok tubuh yang terbaring di meja operasi dengan begitu banyak penyakit ditubuhnya, sehingga tim dokter bingung harus memulai dari mana. Oooh, Ibu Pertiwi, tidakkah wajah cantikmu telah ternoda dan cacat? Keindahanmu tertutupi oleh korupsi, teroris, bencana, penyakit, ancaman disintegrasi, dan seribu satu lagi yang lainnya.
Ataukah memang keharumanmu tak terganggu? Kecantikan dan keunikan tiap jengkal pulaumu masih menarik hati setiap insan bagai magnet? Kekayaanmu tetap mengundang para pemburu? Keramahan pendudukmu masih mempesona? Hm ya, mungkin yang dia maksudkan adalah keramahan penduduknya? Mungkin dia selalu punya pengalaman bagus dengan penumpang dari Indonesia? Atau dia punya beberapa kenalan orang Indonesia yang selalu baik dan ramah? Aku tersenyum sendiri mengingat ucapan seorang teman dari Oman, lebih dari dua tahun lalu, yang bilang, “Intan, you are so kind and friendly, and always smile.”
Kujawab, “Oh, most Indonesian people are very kind,” tentu saja sambil tersenyum (lagi).
Yah, masih banyak yang kita punya, yang harus kita syukuri. Termasuk, keramahan sebagai bangsa, yang masih bisa ditemukan di tanah Arab ini.
Note:
Pak Poltak yang merupakan asisten manager di Room Service hotel tersebut bukan hanya mengirim jus mangga, tapi juga begitu banyak buah-buahan yang kemudian kunikmati bersama teman-temanku, dan bukan cuma sekali. Masih kunikmati juga keramahan serupa dari salah seorang petugas house keeping asal Ciganjur, Jawa Barat. Membuat iri beberapa teman, sambil bercanda mereka bilang, ‘Oooh, andai aku juga orang Indonesia’ :).
Abu Dhabi, 1 September 2005